Selasa, 24 Maret 2015

Analisis Gaya Diksi dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Karya sastra merupakan hasil kreasi seni sastrawan setelah menyaksikan dan merefleksikan berbagai peristiwa kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Peristiwa kehidupan itu mengandung aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, kemanusiaan, keagamaan, moral, maupun jender. Dengan daya imajinatif sastrawan, berbagai kenyataan hidup yang dihadapi kemudian diseleksi, direnungkan, dikaji, diolah, dan diungkapkan dalam karya sastra yang bermediakan bahasa. Apapun yang dipaparkan pengarang dalam karyanya kemudian ditafsirkan oleh pembaca, berkaitan dengan bahasa.
Sebagai sebuah karya seni yang sering memanfaatkan bahasa sebagai medianya, maka bahasa sastra memiiki peran yang sangat penting. Bahasa sastra juga menjadi media utama untuk mengekspresikan berbagai gagasan sastrawan. Dengan demikian bahasa sastra sekaligus menjadi alat bagi sastrawan sebagai komunikator untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada pembaca.
Melalui novel, sastrawan dapat menyampaikan gagasan mengenai permasalahan hidup manusia dengan daya imajinatif yang dimilikinya. Novel lazim menggunakan bahasa sastra guna menampilkan daya pukau untuk mencapai aspek estetika. Dalam hal ini novel yang akan dikaji adalah novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy berdasarkan gaya diksi  untuk mengetahui efek makna dalam rangka mencapai efek keindahan.

B.     Rumusan Masalah
Makalah ini memiliki dua rumusan masalah antara lain sebagai berikut.
1.   Bagaimana deskripsi diksi dalam kajian stilistika?
2.   Bagaimana gaya diksi dalam novel Perempan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy?
  
C.    Tujuan
Makalah ini memiliki dua tujuan antara lain sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan diksi dalam kajian stilistika.
2.      Menganalisis gaya diksi dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah  El Khalieqy.

D.    Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, agar pembaca mengetahui pengertian diksi dalam kajian stilistika dan analisis gaya diksi dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy.



PEMBAHASAN

A.    Diksi dalam Kajian Stilistika
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata yang dipakai oleh seorang pengarang untuk menuliskan karyanya. Diksi berasal dari bahasa latin dicerre, dictum, yang berarti  to say. Diksi atau pilihan kata adalah kata-kata yang mana dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Gaya bahasa bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik tertentu, yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Keraf, 1991: 23).
Dalam karya sastra ada banyak diksi antara lain kata konotatif, kata konkret, kata serapan dari bahasa asing, kata sapaan khas dan nama diri, kata dengan objek realitas alam, dan kata vulgar. Menurut Leech (dalam Al Ma’ruf, 2010: 33) arti konotatif merupakan nilai komunikatif dari suatu ungkapan menurut apa yang diacu, melebihi di atas isinya yang murni konseptual. Menurut Kridalaksana (dalam Al Ma’ruf , 2010: 33) kata konkret ialah kata-kata yang mempunyai ciri-ciri fisik yang tampak (tentang nomina). Kata konkret mengandung makna yang merujuk kepada pengertian langsung atau memiliki makna harfiah, sesuai dengan konvensi tertentu. Menurut Riyadi (dalam Al Ma’ruf , 2010: 33) nama diri yang dipakai sebagai sapaan adalah kata yang dipakai untuk menyebut diri seseorang. Adapun menurut Yusuf (dalam Al Ma’ruf , 2010: 35) kata vulgar adalah kata-kata yang carut dan kasar atau kampungan.

B.     Analisis Gaya Diksi dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy
Deskripsi gaya kata (diksi) dalam novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy ini mengidentifikasi data-data berupa kutipan yang melukiskan penggunaan diksi. Deskripsi gaya diksi dibagi menjadi tujuh bagian, yakni 1. Kata konotatif, 2. Kata konkret, 3. Kata serapan dari bahasa asing, 4. Kata sapaan khas dan nama diri, 5. Kata seru khas Jawa, 6. Kata vulgar, dan 7. Kata dengan objek realitas alam.
1.      Kata Konotatif
Kata konotatif adalah kata yang mengandung makna komunikatif  yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan atas perasaan dan pikiran pengarang tentang suatu yang dibahasakan (Al Ma’ruf, 2010: 94). Berikut ini merupakan kata konotatif dalam PBS.
(1)     Sungai-sungai kecil melengkungkan tubuhnya seperti sabit para petani yang menunggu musim panen. Sawah dan ladang berundak-undak seakan tangga untuk mendaki ke dalam istana peri. Semilir angin selalu datang dan pergi, tak pernah bosan menghias diri di pucuk-pucuk dedaunan. (hlm. 1)
(2)     Apa yang telah dibahas kiai Ali membuat taman impian masa depanku menjadi ladang kerontang yang mengerikan. Sebuah ladang tandus yang dijaga ribuan malaikat dengan pecut dan cambuk di tangan yang siap menghardik dan melaknati para budak yang tengah berpeluh menanam bunga-bunga kehidupan. Dan budak-budak itu adalah juga aku, para isteri di kemudian hari. (hlm. 84)
(3)     Suka tidak suka, cawan penderitaan telah kureguk tuntas isinya dan kini tibalah giliran cawan yang lain masih menunggu di sisiku. (hlm. 188)
Data (1) merupakan kata-kata yang menimbulkan konotasi latar situasi pedesaan yang terdapat sungai-sungai kecil, sawah maupun ladang yang membentang luas, dan pepohonan yang selalu mengundang semilir angin. Kata-kata tersebut digunakan untuk melukiskan suasana alam pedesaan yang begitu sejuk dan menyenangkan. Data (2) merupakan kata-kata konotatif yang menggambarkan sebuah bayangan kehidupan yang sarat akan penderitaan, dilihat dari kata-kata ‘pecut dan cambuk di tangan yang siap menghardik dan melaknati para budak’.  Data (3) juga terdapat kata-kata yang menimbulkan konotasi yakni kata ‘cawan’ yang dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang telah dialami oleh tokoh dalm novel PBS.

2.      Kata Konkret
Kata-kata konkret digunakan utuk melukiskan keadaan yang sebenarnya secara jelas, sehingga pembaca dapat menangkap apa yang disampaikan oleh pengarang. Berikut ini merupakan kata konkret dalam PBS.
(4)     Di balik rimbunan perdu agak tersembunyi di antara dua pohon jati yang selalu mengadahkan wajahnya ke langit, burung kolibri sahabatku sedang berkicau. Dua ekor katak, jantan dan betina, tengah berenang mengitari blumbang. Tempat air menggenang dan ikan-ikan tak bertuan. (hlm. 2)
(5)     Kemudian, entah siapa yang menyuruhnya, kudekap pinggang lek Khudori dengan erat karena takut pada jalan setapak yang mulai menanjak dan terjatuh dari punggung kuda. Kurasakan kenyamanan yang tidak biasa saat mendekap tubuhnya, rasanya tidak ingin melepasnya. (hlm. 31)
(6)     Aku teringat kembali bagaimana dulu saat aku masih kanak-kanak, ketika lek Mahmud megajariku mengaji, dan tangannya menggerayangi pahaku sambil napasnya ngos-ngosan di kupingku. Mengingat itu, rasa muak dan mual di perutku kembali menyerang setiap melihat wajah lek Mahmud. (hlm. 262)
Data (4) merupakan kata-kata konkret. Kata ‘burung kolibri sahabatku sedang berkicau’ adalah kata-kata konkret yang bermakna lugas, apa adanya. Demikian pula kata-kata ‘katak jantan dan betina, tengah berenang mengitari blumbang’ juga tidak ada makna lain di luar makna harfiah. Pemanfaatan kata-kata konkret memang digunakan untuk melukiskan keadaan alam atau situasi yang sebenarnya. Data (5) menggunakan kata-kata konkret ‘kudekap pinggang lek Khudori dengan erat’ yang melukiskan keadaan sebenarnya sehingga jelas dan mudah dibayangkan oleh pembaca. Data (6) juga terdapat kata konkret yang menunjukkan suasana batin tokoh ‘aku’ yakni pengalaman pahit masa kecil atas perlakuan tidak menyenangkan oleh orang di sekelilingnya.

3.      Kata Serapan dari Bahasa Asing
Dalam novel PBS banyak menggunakan kata serapan dari bahasa asing, seperti bahasa Arab dan Inggris. Penggunaan kata serapan dari bahasa asing adalah untuk mencapai aspek estetika dalam mengungkapkan ide dalam pikiran pengarang. Berikut ini merupakan kata serapan dari bahasa asing dalam PBS.
(7)     “Mengapa tidak. Tentu saja perempuan berhak untuk berinisiatif. Jika Nisa sedang mood, misalnya, Nisa bisa katakan itu, sebab juga punya hak untuk menolak jika ternyata memang ada halangan.” (hlm. 253)
(8)     Pada suatu kesempatan, aku diundang untuk menghadiri konferensi perempuan muslim internasional yang kebetulan diadakan di kota ini sebagai qira’ah dalam acara pembukaan. (hlm. 279)
(9)     Aku panik. Lalu istighfar, dan meletakkan gagang telepon dengan jemari gemetaran. Kupanggil Mahbub dengan keras. (hlm. 309)

Data (7) terdapat kata serapan dari bahasa Inggris initiate yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu ‘inisiatif’ dan memiliki arti ‘memulai’ atau ‘memprakarsai’. Kata tersebut merupakan simbol untuk mengungkapkan gagasan tertentu agar menciptakan efek yang berbeda. Data (8) terdapat kata serapan dari bahasa Inggris conference yang diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘konferensi’ dan memiliki arti ‘konggres’ atau ‘pertemuan’. Data (9) juga terdapat kata serapan dari bahasa Arab yakni istighfar yakni merupakan ucapan permohonan ampun kepada Allah apabila seorang manusia merasa berdosa.

4.      Kata Sapaan Khas atau Nama Diri
Kata sapaan dapat berupa kata atau frase yang digunakan untuk menyapa atau menyebut seseorang. Penyapaan itu dapat didasarkan pada kedudukan, jabatan, hubungan kekerabatan, gelar kebangsawanan, status sosial ekonomi, status sosial kemasyarakatan, dan untuk penyebutan Tuhan atau dewa (Al Ma’ruf, 2010: 111). Berikut ini merupakan kata sapaan khas atau nama diri dalam PBS.
(10) “Bocah bagus…bocah pinter…anak Bapak, coba sekarang katakan, kemana saja kalian berpetualang seharian!” Tandasnya dengan tegas. (hlm. 6)
(11) “Siapa yang mau belajar naik kuda? Kau, bocah wedhok?” (hlm. 7)
(12) “Ah mboten,Mas,” Lek Khudori langsung menyahut, “Nisa ini pintar dan sering melucu. Jadi saya nggak tahan untuk tidak ketawa. Diam-diam dan punya bakat melawak, rupanya.” (hlm. 35)
Data (10) terdapat kata sapaan khas atau nama diri dalam bahasa Jawa yaitu ‘bocah bagus’ dan ‘bocah pinter’ yang berarti ‘orang tampan’ dan ‘orang pandai’. Namun pada frase tersebut tidak dipakai dalam arti yang sebenarnya, melainkan merupakan sapaan seorang bapak kepada anak laki-lakinya. Data (11) terdapat kata sapaan khas atau nama diri dalam bahasa Jawa yaitu ‘bocah wedhok’ yang berarti ‘anak perempuan’ dan merupakan sapaan khas seorang bapak kepada anak perempuannya. Data (12) terdapat kata sapaan khas atau nama diri ‘mboten, Mas’ yang berarti ‘tidak, Mas’. Kata sapaan tersebut digunakan untuk menunjukkan hubungan kekerabatan saat berbicara kepada orang yang lebih tua dengan menggunakan bahasa Jawa krama alus ‘mboten’ dan sapaan khas ‘Mas’ untuk menyebut kakak laki-laki.

5.      Kata Seru Khas Jawa
Kata seru khas Jawa juga dimanfaatkan oleh pengarang dalam novel PBS untuk menciptakan suasana keindahan dalam menyampaikan gagasannya. Berikut ini merupakan kata seru khas Jawa dalam PBS.
(13) “Huss! Kau ini bicara apa Nisa?” (hlm. 105)
(14) Ngawur! Itu lidah sedang keseleo kali?” (hlm. 167)
(15) Tahu sendirilah… Jeng Nisa itu janda muda dan pamannya yang baru pulang dari luar negeri itu kan sudah cukup usia juga. Jadi tahu sendirilah…” “Alaaah….kamu sok tahu, Kang.” (hlm. 193)
Data (13) terdapat kata seru khas Jawa yaitu ‘huss!’ yang menunjukkan suasana akrab, santai yang lazim digunakan ibu ketika berbicara kepada anakya. Data (14) terdapat kata seru khas Jawa yaitu ‘ngawur!’ yang melukiskan percakapan yang akrab dan informal. Data (15) terdapat kata seru khas Jawa yaitu ‘alaah…’ yang juga melukiskan suasana yang sarat dengan keakraban di dalam masyarakat.

6.      Kata Vulgar
Dalam novel PBS terdapat kata vulgar yang digunakan untuk menyatakan perasaan marah, jengkel dan tidak suka terhadap lawan bicara. Berikut ini merupakan kata vulgar dalam PBS.
(16) “Persetan dengan ancamanmu! Katakan apa yang kau inginkan!” (hlm. 114)
(17) “Sudah! sudah! Dasar perempuan gila. Aku tak perlu bicara denganmu, dengan lidah kasarmu! Aku muak! Aku menyesal telah menikahimu, wanita lancang. Dasar… (ia menyebut kata-kata kotor yang sulit kutirukan di sini) Oke! Mulai hari ini, kita akan tidur terpisah dan jangan coba-coba untuk menasehatiku, lidah ular!” (hlm. 115)
(18) “Karena kau perempuan tidak waras, tidak normal” Maki Samsudin. (hlm. 118)   
Data (16) terdapat kata vulgar ‘persetan’, data (17) terdapat kata vulgar ‘dasar perempuan gila’, ‘aku muak’, ‘wanita lancang’, ‘lidah ular’, dan data (18) terdapat kata vulgar ‘tidak waras’. Kata-kata vulgar yang terdengar kasar pada data tersebut digunakan oleh pengarang untuk melukiskan perasaan marah, jengkel, dan perasaan tidak suka terhadap mitra tutur.

7.      Kata dengan Objek Realitas Alam
Kata dengan objek realitas alam ialah kata atau frasa (bahkan tidak sedikit yang berbentuk klausa) yang menggunakan objek atau suasana alam. Maknanya tentu saja dapat dipahami dengan melihat konteks kalimat atau hubungan kata itu dengan kata lainnya dalam satuan kebahasaan dengan memperhatikan realitas alam yang digunakan (Al ma’ruf, 2010: 126). Berikut ini merupakan kata dengan objek realitas alam dalam PBS.
(19) Dan kini, setelah aku mendapatkan gelar, sudah memiliki Mahbub, anak semata wayangku, cerita itu sering muncul seturut dengan pengetahuan yang kudapat dari lembaran buku kehidupan. Seperti dalam film, jalanan usiaku membentuk gambar-gambar yang terus bergerak dalam kepala. Kadang juga menjelma padang ilalang, semak dan hutan belantara. (hlm. 2)
(20) Kupandangi wajah lek Khudori lebih dari biasanya. Kuberanikan diri menatap matanya, dan mata itu terasa redup, seperti bulan purnama yang hampir tertutup awan. Aku tak tahu apa yang kurasakan dan apa yang harus kuperbuat. Aku juga tak tahu apa yang harus kukatakan. Yang kutahu hanyalah piramida bumi persawahan di depanku yang menghijau, berundak-undak, melengkung bagai tatahan permata safir para ratu. Dan angin pegunungan yang menghembus ringan menggeraikan rambutku sampai ke hidung lek Khudori, yang menurutku lebih mancung dari hidungku sendiri. (hlm. 30)
(21) Setelah kepergian lek Khudori, aku sering mengurung diri di dalam kamar. Rasanya enggan melihat dunia luar. Matahari tidak lagi menyilaukan pemandangan. Semilir angin pegunungan tak mampu lagi mendatangkan rasa nyaman. Teriakan Rizal tak merasuk apalagi bergema di telinga. Omelan ibu dan kebiasaan bapak untuk memarahiku seakan sudah berubah menjadi angin lalu. (hlm. 53)
Data (19) terdapat kata dengan objek realitas alam yang ditunjukkan oleh kata-kata ‘padang ilalang, semak dan hutan belantara’, dengan objek benda alam tersebut digunakan  untuk melukiskan suatu keadaan. Data (20) terdapat kata dengan objek realitas alam yang ditunjukkan oleh kata-kata ‘piramida bumi persawahan di depanku yang menghijau, berundak-undak’ dan ‘angin pegunungan yang menghembus ringan’, digunakan untuk melukiskan suasana hati dan keadaan batin tokoh. Data (21) terdapat kata dengan objek realitas alam yang ditunjukkan oleh kata-kata ‘matahari tidak lagi menyilaukan pemandangan’ dan ‘semilir angin pegunungan’ dengan objek benda alam tersebut digunakan  untuk melukiskan suatu keadaan.



SIMPULAN

Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata yang dipakai oleh seorang pengarang untuk menuliskan karyanya. Diksi atau pilihan kata adalah kata-kata yang mana dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.
Deskripsi gaya kata (diksi) dalam novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy ini mengidentifikasi data-data berupa kutipan yang melukiskan penggunaan diksi. Deskripsi gaya diksi dibagi menjadi tujuh bagian, yakni 1. Kata konotatif, 2. Kata konkret, 3. Kata serapan dari bahasa asing, 4. Kata sapaan khas dan nama diri, 5. Kata seru khas Jawa, 6. Kata vulgar, dan 7. Kata dengan objek realitas alam.



DAFTAR PUSTAKA

Al Ma’ruf, Ali Imron. 2010. Kajian Stilistika Perspektif Kritik Holistik. Surakarta: UNS Press.

El Khaliey, Abidah. Perempuan Berkalung Sorban. Yogyakarta:  Arti Bumi Intaran.

Keraf , Gorys. 1991. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar