PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Karya
sastra merupakan hasil kreasi seni sastrawan setelah menyaksikan dan
merefleksikan berbagai peristiwa kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Peristiwa
kehidupan itu mengandung aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, kemanusiaan,
keagamaan, moral, maupun jender. Dengan daya imajinatif sastrawan, berbagai kenyataan
hidup yang dihadapi kemudian diseleksi, direnungkan, dikaji, diolah, dan diungkapkan
dalam karya sastra yang bermediakan bahasa. Apapun yang dipaparkan pengarang
dalam karyanya kemudian ditafsirkan oleh pembaca, berkaitan dengan bahasa.
Sebagai
sebuah karya seni yang sering memanfaatkan bahasa sebagai medianya, maka bahasa
sastra memiiki peran yang sangat penting. Bahasa sastra juga menjadi media
utama untuk mengekspresikan berbagai gagasan sastrawan. Dengan demikian bahasa
sastra sekaligus menjadi alat bagi sastrawan sebagai komunikator untuk
menyampaikan gagasan-gagasan kepada pembaca.
Melalui
novel, sastrawan dapat menyampaikan gagasan mengenai permasalahan hidup manusia
dengan daya imajinatif yang dimilikinya. Novel lazim menggunakan bahasa sastra
guna menampilkan daya pukau untuk mencapai aspek estetika. Dalam hal ini novel
yang akan dikaji adalah novel Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy berdasarkan gaya diksi untuk mengetahui efek makna dalam rangka
mencapai efek keindahan.
B. Rumusan
Masalah
Makalah ini
memiliki dua rumusan masalah antara lain sebagai berikut.
1. Bagaimana
deskripsi diksi dalam kajian stilistika?
2. Bagaimana
gaya diksi dalam novel Perempan Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy?
C. Tujuan
Makalah ini
memiliki dua tujuan antara lain sebagai berikut.
1.
Mendeskripsikan
diksi dalam kajian stilistika.
2.
Menganalisis
gaya diksi dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El
Khalieqy.
D. Manfaat
Makalah
ini diharapkan dapat memberikan manfaat, agar pembaca mengetahui pengertian
diksi dalam kajian stilistika dan analisis gaya diksi dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah
El Khalieqy.
PEMBAHASAN
A. Diksi
dalam Kajian Stilistika
Diksi
dapat diartikan sebagai pilihan kata yang dipakai oleh seorang pengarang untuk
menuliskan karyanya. Diksi berasal dari bahasa latin dicerre, dictum, yang berarti to say. Diksi atau pilihan kata adalah
kata-kata yang mana dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang meliputi
persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Gaya bahasa bertalian dengan
ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik tertentu, yang memiliki
nilai artistik yang tinggi (Keraf, 1991: 23).
Dalam
karya sastra ada banyak diksi antara lain kata konotatif, kata konkret, kata
serapan dari bahasa asing, kata sapaan khas dan nama diri, kata dengan objek
realitas alam, dan kata vulgar. Menurut Leech (dalam Al Ma’ruf, 2010: 33) arti
konotatif merupakan nilai komunikatif dari suatu ungkapan menurut apa yang
diacu, melebihi di atas isinya yang murni konseptual. Menurut Kridalaksana
(dalam Al Ma’ruf , 2010: 33) kata konkret ialah kata-kata yang mempunyai
ciri-ciri fisik yang tampak (tentang nomina). Kata konkret mengandung makna
yang merujuk kepada pengertian langsung atau memiliki makna harfiah, sesuai
dengan konvensi tertentu. Menurut Riyadi (dalam Al Ma’ruf , 2010: 33) nama diri
yang dipakai sebagai sapaan adalah kata yang dipakai untuk menyebut diri seseorang.
Adapun menurut Yusuf (dalam Al Ma’ruf , 2010: 35) kata vulgar adalah kata-kata
yang carut dan kasar atau kampungan.
B. Analisis
Gaya Diksi dalam Novel Perempuan
Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy
Deskripsi
gaya kata (diksi) dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy ini mengidentifikasi data-data
berupa kutipan yang melukiskan penggunaan diksi. Deskripsi gaya diksi dibagi
menjadi tujuh bagian, yakni 1. Kata konotatif, 2. Kata konkret, 3. Kata serapan
dari bahasa asing, 4. Kata sapaan khas dan nama diri, 5. Kata seru khas Jawa,
6. Kata vulgar, dan 7. Kata dengan objek realitas alam.
1.
Kata Konotatif
Kata
konotatif adalah kata yang mengandung makna komunikatif yang terlepas dari makna harfiahnya yang
didasarkan atas perasaan dan pikiran pengarang tentang suatu yang dibahasakan
(Al Ma’ruf, 2010: 94). Berikut ini merupakan kata konotatif dalam PBS.
(1) Sungai-sungai
kecil melengkungkan tubuhnya seperti sabit para petani yang menunggu musim
panen. Sawah dan ladang berundak-undak seakan tangga untuk mendaki ke dalam
istana peri. Semilir angin selalu datang dan pergi, tak pernah bosan menghias
diri di pucuk-pucuk dedaunan. (hlm. 1)
(2) Apa
yang telah dibahas kiai Ali membuat taman impian masa depanku menjadi ladang
kerontang yang mengerikan. Sebuah ladang tandus yang dijaga ribuan malaikat
dengan pecut dan cambuk di tangan yang siap menghardik dan melaknati para budak
yang tengah berpeluh menanam bunga-bunga kehidupan. Dan budak-budak itu adalah
juga aku, para isteri di kemudian hari. (hlm. 84)
(3) Suka
tidak suka, cawan penderitaan telah kureguk tuntas isinya dan kini tibalah
giliran cawan yang lain masih menunggu di sisiku. (hlm. 188)
Data
(1) merupakan kata-kata yang menimbulkan konotasi latar situasi pedesaan yang
terdapat sungai-sungai kecil, sawah maupun ladang yang membentang luas, dan
pepohonan yang selalu mengundang semilir angin. Kata-kata tersebut digunakan
untuk melukiskan suasana alam pedesaan yang begitu sejuk dan menyenangkan. Data
(2) merupakan kata-kata konotatif yang menggambarkan sebuah bayangan kehidupan
yang sarat akan penderitaan, dilihat dari kata-kata ‘pecut
dan cambuk di tangan yang siap menghardik dan melaknati para budak’. Data (3) juga terdapat kata-kata yang
menimbulkan konotasi yakni kata ‘cawan’ yang dapat diartikan sebagai suatu
keadaan yang telah dialami oleh tokoh dalm novel PBS.
2.
Kata Konkret
Kata-kata
konkret digunakan utuk melukiskan keadaan yang sebenarnya secara jelas, sehingga
pembaca dapat menangkap apa yang disampaikan oleh pengarang. Berikut ini
merupakan kata konkret dalam PBS.
(4) Di
balik rimbunan perdu agak tersembunyi di antara dua pohon jati yang selalu
mengadahkan wajahnya ke langit, burung kolibri sahabatku sedang berkicau. Dua
ekor katak, jantan dan betina, tengah berenang mengitari blumbang. Tempat air
menggenang dan ikan-ikan tak bertuan. (hlm. 2)
(5) Kemudian,
entah siapa yang menyuruhnya, kudekap pinggang lek Khudori dengan erat karena
takut pada jalan setapak yang mulai menanjak dan terjatuh dari punggung kuda.
Kurasakan kenyamanan yang tidak biasa saat mendekap tubuhnya, rasanya tidak
ingin melepasnya. (hlm. 31)
(6) Aku
teringat kembali bagaimana dulu saat aku masih kanak-kanak, ketika lek Mahmud
megajariku mengaji, dan tangannya menggerayangi pahaku sambil napasnya ngos-ngosan
di kupingku. Mengingat itu, rasa muak dan mual di perutku
kembali menyerang setiap melihat wajah lek Mahmud. (hlm. 262)
Data
(4) merupakan kata-kata konkret. Kata ‘burung kolibri sahabatku sedang
berkicau’ adalah kata-kata konkret yang bermakna lugas, apa adanya. Demikian
pula kata-kata ‘katak jantan dan betina, tengah berenang mengitari blumbang’
juga tidak ada makna lain di luar makna harfiah. Pemanfaatan kata-kata konkret
memang digunakan untuk melukiskan keadaan alam atau situasi yang sebenarnya.
Data (5) menggunakan kata-kata konkret ‘kudekap pinggang lek Khudori dengan
erat’ yang melukiskan keadaan sebenarnya sehingga jelas dan mudah dibayangkan
oleh pembaca. Data (6) juga terdapat kata konkret yang menunjukkan suasana
batin tokoh ‘aku’ yakni pengalaman pahit masa kecil atas perlakuan tidak
menyenangkan oleh orang di sekelilingnya.
3.
Kata Serapan dari Bahasa Asing
Dalam novel PBS banyak menggunakan kata serapan
dari bahasa asing, seperti bahasa Arab dan Inggris. Penggunaan kata serapan
dari bahasa asing adalah untuk mencapai aspek estetika dalam mengungkapkan ide
dalam pikiran pengarang. Berikut ini merupakan kata serapan dari bahasa asing
dalam PBS.
(7) “Mengapa
tidak. Tentu saja perempuan berhak untuk berinisiatif. Jika Nisa sedang mood, misalnya, Nisa bisa katakan itu,
sebab juga punya hak untuk menolak jika ternyata memang ada halangan.” (hlm.
253)
(8) Pada
suatu kesempatan, aku diundang untuk menghadiri konferensi perempuan muslim
internasional yang kebetulan diadakan di kota ini sebagai qira’ah dalam acara
pembukaan. (hlm. 279)
(9) Aku
panik. Lalu istighfar, dan meletakkan
gagang telepon dengan jemari gemetaran. Kupanggil Mahbub dengan keras. (hlm. 309)
Data
(7) terdapat kata serapan dari bahasa Inggris initiate yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu ‘inisiatif’ dan memiliki arti ‘memulai’ atau ‘memprakarsai’.
Kata tersebut merupakan simbol untuk mengungkapkan gagasan tertentu agar
menciptakan efek yang berbeda. Data (8) terdapat kata serapan dari bahasa
Inggris conference yang diserap ke
dalam bahasa Indonesia menjadi ‘konferensi’ dan memiliki arti ‘konggres’ atau
‘pertemuan’. Data (9) juga terdapat kata serapan dari bahasa Arab yakni istighfar yakni merupakan ucapan
permohonan ampun kepada Allah apabila seorang manusia merasa berdosa.
4.
Kata Sapaan Khas atau Nama Diri
Kata
sapaan dapat berupa kata atau frase yang digunakan untuk menyapa atau menyebut
seseorang. Penyapaan itu dapat didasarkan pada kedudukan, jabatan, hubungan
kekerabatan, gelar kebangsawanan, status sosial ekonomi, status sosial
kemasyarakatan, dan untuk penyebutan Tuhan atau dewa (Al Ma’ruf, 2010: 111).
Berikut ini merupakan kata sapaan khas atau nama diri dalam PBS.
(10) “Bocah
bagus…bocah pinter…anak Bapak, coba sekarang katakan, kemana saja kalian
berpetualang seharian!” Tandasnya dengan tegas. (hlm. 6)
(11) “Siapa
yang mau belajar naik kuda? Kau, bocah wedhok?”
(hlm. 7)
(12) “Ah mboten,Mas,” Lek Khudori langsung
menyahut, “Nisa ini pintar dan sering melucu. Jadi saya nggak tahan untuk tidak
ketawa. Diam-diam dan punya bakat melawak, rupanya.” (hlm. 35)
Data
(10) terdapat kata sapaan khas atau nama diri dalam bahasa Jawa yaitu ‘bocah
bagus’ dan ‘bocah pinter’ yang berarti ‘orang tampan’ dan ‘orang pandai’. Namun
pada frase tersebut tidak dipakai dalam arti yang sebenarnya, melainkan
merupakan sapaan seorang bapak kepada anak laki-lakinya. Data (11) terdapat
kata sapaan khas atau nama diri dalam bahasa Jawa yaitu ‘bocah wedhok’ yang berarti ‘anak perempuan’ dan
merupakan sapaan khas seorang bapak kepada anak perempuannya. Data (12)
terdapat kata sapaan khas atau nama diri ‘mboten,
Mas’ yang berarti ‘tidak, Mas’. Kata sapaan tersebut digunakan untuk
menunjukkan hubungan kekerabatan saat berbicara kepada orang yang lebih tua
dengan menggunakan bahasa Jawa krama alus
‘mboten’ dan sapaan khas ‘Mas’ untuk menyebut kakak laki-laki.
5.
Kata Seru Khas Jawa
Kata seru khas Jawa juga
dimanfaatkan oleh pengarang dalam novel
PBS untuk menciptakan suasana keindahan dalam menyampaikan gagasannya. Berikut ini merupakan kata seru khas
Jawa dalam PBS.
(13) “Huss!
Kau ini bicara apa Nisa?” (hlm. 105)
(14) Ngawur!
Itu lidah sedang keseleo kali?” (hlm. 167)
(15) Tahu
sendirilah… Jeng Nisa itu janda muda dan pamannya yang baru pulang dari luar
negeri itu kan sudah cukup usia juga. Jadi tahu sendirilah…” “Alaaah….kamu sok
tahu, Kang.” (hlm. 193)
Data (13) terdapat kata
seru khas Jawa yaitu ‘huss!’ yang menunjukkan suasana akrab, santai yang lazim
digunakan ibu ketika berbicara kepada anakya. Data (14) terdapat kata seru khas
Jawa yaitu ‘ngawur!’ yang melukiskan percakapan yang akrab dan informal. Data
(15) terdapat kata seru khas Jawa yaitu ‘alaah…’ yang juga melukiskan suasana
yang sarat dengan keakraban di dalam masyarakat.
6.
Kata Vulgar
Dalam novel PBS terdapat kata vulgar yang digunakan
untuk menyatakan perasaan marah, jengkel dan tidak suka terhadap lawan bicara. Berikut
ini merupakan kata vulgar dalam PBS.
(16) “Persetan
dengan ancamanmu! Katakan apa yang kau inginkan!” (hlm. 114)
(17) “Sudah!
sudah! Dasar perempuan gila. Aku tak perlu bicara denganmu, dengan lidah
kasarmu! Aku muak! Aku menyesal telah menikahimu, wanita lancang. Dasar… (ia
menyebut kata-kata kotor yang sulit kutirukan di sini) Oke! Mulai hari ini,
kita akan tidur terpisah dan jangan coba-coba untuk menasehatiku, lidah ular!”
(hlm. 115)
(18) “Karena kau perempuan tidak waras, tidak
normal” Maki Samsudin. (hlm. 118)
Data (16) terdapat kata
vulgar ‘persetan’, data (17) terdapat kata vulgar ‘dasar perempuan gila’, ‘aku
muak’, ‘wanita lancang’, ‘lidah ular’, dan data (18) terdapat kata vulgar
‘tidak waras’. Kata-kata vulgar yang terdengar kasar pada data tersebut
digunakan oleh pengarang untuk melukiskan perasaan marah, jengkel, dan perasaan
tidak suka terhadap mitra tutur.
7.
Kata dengan Objek Realitas Alam
Kata dengan objek
realitas alam ialah kata atau frasa (bahkan tidak sedikit yang berbentuk
klausa) yang menggunakan objek atau suasana alam. Maknanya tentu saja dapat
dipahami dengan melihat konteks kalimat atau hubungan kata itu dengan kata
lainnya dalam satuan kebahasaan dengan memperhatikan realitas alam yang
digunakan (Al ma’ruf, 2010: 126). Berikut ini merupakan kata dengan objek
realitas alam dalam PBS.
(19) Dan
kini, setelah aku mendapatkan gelar, sudah memiliki Mahbub, anak semata
wayangku, cerita itu sering muncul seturut dengan pengetahuan yang kudapat dari
lembaran buku kehidupan. Seperti dalam film, jalanan usiaku membentuk
gambar-gambar yang terus bergerak dalam kepala. Kadang juga menjelma padang
ilalang, semak dan hutan belantara. (hlm. 2)
(20) Kupandangi
wajah lek Khudori lebih dari biasanya. Kuberanikan diri menatap matanya, dan
mata itu terasa redup, seperti bulan purnama yang hampir tertutup awan. Aku tak
tahu apa yang kurasakan dan apa yang harus kuperbuat. Aku juga tak tahu apa
yang harus kukatakan. Yang kutahu hanyalah piramida bumi persawahan di depanku
yang menghijau, berundak-undak, melengkung bagai tatahan permata safir para
ratu. Dan angin pegunungan yang menghembus ringan menggeraikan rambutku sampai
ke hidung lek Khudori, yang menurutku lebih mancung dari hidungku sendiri. (hlm.
30)
(21) Setelah
kepergian lek Khudori, aku sering mengurung diri di dalam kamar. Rasanya enggan
melihat dunia luar. Matahari tidak lagi menyilaukan pemandangan. Semilir angin
pegunungan tak mampu lagi mendatangkan rasa nyaman. Teriakan Rizal tak merasuk
apalagi bergema di telinga. Omelan ibu dan kebiasaan bapak untuk memarahiku
seakan sudah berubah menjadi angin lalu. (hlm. 53)
Data (19) terdapat kata
dengan objek realitas alam yang ditunjukkan oleh kata-kata ‘padang
ilalang, semak dan hutan belantara’, dengan objek benda alam tersebut
digunakan untuk melukiskan suatu
keadaan. Data (20) terdapat kata dengan objek realitas alam yang ditunjukkan
oleh kata-kata ‘piramida bumi persawahan di depanku yang menghijau,
berundak-undak’ dan ‘angin pegunungan yang menghembus ringan’, digunakan untuk
melukiskan suasana hati dan keadaan batin tokoh. Data (21) terdapat kata dengan
objek realitas alam yang ditunjukkan oleh kata-kata ‘matahari tidak lagi
menyilaukan pemandangan’ dan ‘semilir angin pegunungan’ dengan objek benda alam
tersebut digunakan untuk melukiskan
suatu keadaan.
SIMPULAN
Diksi dapat
diartikan sebagai pilihan kata yang dipakai oleh seorang pengarang untuk
menuliskan karyanya. Diksi atau pilihan kata adalah kata-kata yang mana dipakai
untuk mengungkapkan suatu ide yang meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa,
dan ungkapan.
Deskripsi gaya
kata (diksi) dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy ini mengidentifikasi data-data
berupa kutipan yang melukiskan penggunaan diksi. Deskripsi gaya diksi dibagi
menjadi tujuh bagian, yakni 1. Kata konotatif, 2. Kata konkret, 3. Kata serapan
dari bahasa asing, 4. Kata sapaan khas dan nama diri, 5. Kata seru khas Jawa,
6. Kata vulgar, dan 7. Kata dengan objek realitas alam.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Ma’ruf, Ali Imron. 2010. Kajian Stilistika Perspektif Kritik
Holistik. Surakarta: UNS Press.
El Khaliey, Abidah. Perempuan Berkalung Sorban. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
Keraf , Gorys. 1991. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:
Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar